SMA KELAS 10 : BANK SENTRAL, SISTEM PEMBAYARAN, DAN ALAT PEMBAYARAN

Pengertian Bank Sentral

Pada dasarnya, pengertian bank sentral adalah suatu badan usaha perbankan yang bertanggung jawab untuk memberikan kredit dan layanan keuangan bagi masyarakat. Tujuan bank sentral adalah membantu pemerintah dalam melayani masyarakat untuk urusan stabilitas nilai mata uang, kelancaran pembangunan dan produksi, serta membuka lapangan kerja. Jadi, dapat dibilang bahwa peran bank sentral adalah sangat penting. Peran bank sentral adalah memelihara nilai mata uang rupiah, memonitoring kegiatan perbankan, serta menjaga rekening dana masyarakat agar meningkatkan taraf hidup masyarakat. Di Indonesia, pengertian bank sentral adalah Bank Indonesia sebagai pusat pengawas perbankan dari seluruh lembaga keuangan yang ada di tanah air. Apabila peranan bank sentral dapat terlaksana, maka tujuan bank sentral untuk menjaga keseimbangan peredaran barang dan rupiah bisa terwujud.

Tujuan Bank Sentral

Memahami pengertian bank sentral, kita juga perlu mengetahui apa saja tujuan bank sentral. Antara lain:

  1. Menetapkan dan menyelenggarakan kebijakan moneter tertentu. Bank sentral mengawasi peredaran rupiah di masyarakat bertujuan agar barang dan jasa tetap seimbang.
  2. Memelihara kelancaran transaksi masyarakat. Selanjutnya, tujuan bank sentral adalah membuat aturan atau prosedur khusus agar pembayaran tunai atau non tunai berjalan optimal.
  3. Memonitoring dan mengatur perbankan di Indonesia. Pengawasan kebijakan moneter menjadi tujuan bank sentral lainnya agar keseimbangan sistem ekonomi negara tetap terpelihara.

Peranan Bank Sentral

  1. Memelihara Stabilitas Keuangan Negara

Lewat pengertian bank sentral instrumen suku bunga terhadap pasar terbuka, bank sentral harus memelihara keseimbangan keuangan negara secara tepat dan terarah. Sebab, gangguan kebijakan moneter sering terjadi karena dampak penerapan suku bunga tertentu. Jadi, di sinilah peranan bank sentral untuk menciptakan suatu sinergi dan kebijakan moneter yang terbaik.

  • Membuat Kinerja Perbankan yang Sehat

Umumnya, di suatu negara, perbankan memiliki dominasi yang kuat terhadap keuangan masyarakat. Karena itu, dibutuhkan pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif. Peranan pada pengertian bank sentral di sini adalah untuk mendorong kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan. Sehingga, perekonomian dan stabilitas negara tetap kokoh.

  • Mengatur Kelancaran Sistem Transaksi

Jika sistem transaksi masyarakat terkendala atau bahkan gagal bayar, maka peranan dalam pengertian bank sentral juga patut dipertanyakan. Sebab, gagal bayar ini akan berdampak pada sistem pembayaran. Untuk mengurangi risiko gagal bayar, biasanya akan diterapkan Real Time Gross Settlement atau RTGS untuk pembayaran secara real-time.

Sejarah Bank Sentral

Dalam suatu negara, tingkat stabilitas ekonomi sangat tergantung pada nilai mata uang yang berlaku. Dalam usaha menjaga tingkat kestabilan mata uangnya, maka lahirlah suatu lembaga yang dikenal dengan bank sentral. Dewasa ini, peran bank sentral di Indonesia diserahkan pada Bank Indonesia atau BI. Namun ternyata, bank yang pernah memiliki peran sebagai  bank sentral di Indonesia bukan hanya BI saja. Dalam proses perjalanannya, tercatat ada tiga bank yang pernah menjadi bank sentral di negara ini, yaitu De Javasche Bank, Bank Nasional Indonesia (BNI), dan BI. Ketiganya memiliki peranan yang penting dalam hal menjaga tingkat stabilitas mata uang pada era penjajahan, kemerdekaan hingga saat ini.

  1. De Javasche Bank: Bank Sentral Pertama di Indonesia

De Javasche Bank adalah bank sentral pertama yang di bangun di Indonesia. Lembaga keuangan ini dibangun pada tahun 1929 pada masa pemerintahan Hindia Belanda yang dipimpin oleh Raja Willem 1. Lokasinya berada tepat di Jakarta. Lalu, De Javasche Bank melakukan ekspansi dengan membangun cabang di daerah Surabaya, Semarang, Sulawesi, Kalimantan, Sumatra, bahkan hingga di New York. Fungsinya adalah berusaha mencetak dan mendistribusikan uang kertas di wilayah jajahan Hindia Belanda. Mata uang yang diedarkan pada masa tersebut adalah gulden Belanda. Bank yang didirikan dengan badan hukum PT atau pada masa itu disebut Naamloze Vennootschap ini berperan penting dalam menjaga sirkulasi  mata uang. Terlebih lagi, kegiatan perdagangan internasional pada saat itu sudah cukup tinggi.

  • BNI 46:  Bank Sentral yang Menerbitkan Oeang Republik Indonesia (ORI)

Banyak orang awam yang menilai bahwa Bank Indonesia adalah bank sentral yang dimiliki oleh Indonesia pasca kemerdekaan Indonesia dicetuskan. Anggapan ini adalah salah. Terlebih lagi, jika melihat fakta yang mana BI baru berdiri pada tahun 1953. Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, lembaga perbankan yang memiliki peran penting dalam menjaga kestabilan mata uang adalah Bank Nasional Indonesia 46 atau BNI 46. Adanya penetapan BNI 46 sebagai bank sentral di Indonesia adalah berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1946 yang kali itu diterbitkan pada tanggal 5 Juli 1946. Dalam proses perjalanannya, BNI adalah lembaga finansial yang kala itu mencetak Oeang Republik Indonesia atau ORI yang saat itu dikenal sebagai mata uang pertama yang dicetak oleh Indonesia. Proses percetakan dan juga perdasaran ORI yang dilakukan oleh BNI 46 ini berlangsung dari tanggal 30 Oktober tahun 1946. Dengan adanya ORI, maka uang yang diterbitkan oleh pihak Jepang atau De Javasche Bank sudah tidak berlaku lagi. ORI dicetak dengan bentuk uang kertas yang ditandatangani langsung oleh Menteri Keuangan. Namun, peran BNI sebagai bank sentral kali itu sangatlah sebentar. Alasannya utamanya kala itu adalah BNI 46 dinilai memiliki aset yang terbatas. Terlebih lagi, perderan ORI kala itu tercatat tidak bisa dilakukan secara maksimal dan juga tidak bisa menyentuh seluruh daerah di Indonesia. Untuk itu, peran bank sentral di Indonesia dialihkan lagi ke pihak  De Javasche Bank pada tahun 1949.

  • Nasionalisasi De Javasche Bank dan BI Dipilih sebagai Bank Sentral

Pada bulan Desember tahun 1951, Pemerintah Indonesia mengantongi kebijakan untuk menasionalkan De Javasche Bank yang selanjutnya ditandai dengan UU Nomor 24 Tahun 1951 yang berkaitan dengan nasionalisasi De Javasche Bank NV. Selain itu, pada awal bulan Juli tahun 1953, Pemerintah Indonesia membangun Bank Indonesia dan menetapkannya sebagai bank sentral Indonesia. Pada perjalanan kali ini, BI memiliki tugas dan peran yang sama dengan De Javasche Bank, yaitu berperan sebagai lembaga perbankan, mengatur moneter, dan mengatur sistem pembayaran di Indonesia. Selanjutnya, tugas dan juga fungsi BI mulai berkurang pada tahun 1968. Hal ini ditandai dengan adanya UU Bank sentral di tahun 1968 yang berisi bahwa BI tidak lagi menjalankan perannya sebagai bank komersial, namun bertugas menjadi agen pembangunan dalam usaha meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Namun, di tahun 1999 BI memiliki peranannya kembali sebagai bank sentral dengan diterbitkannya UU Nomor 23 Tahun 1999. Dengan diterbitkannya UU tersebut, maka peran BI dalam menjaga dan memelihara stabilitas nilai rupiah kembali dipegang. Selanjutnya, peran BI bertambah dalam upaya memperkuat pemerintahan Indonesia dengan diterbitkannya amandemen tahun 2004.

Wewenang Bank Sentral

BI selaku bank sentral di Indonesia mempunyai wewenang khusus yang sebelumnya sudah diatur dalam UU Republik Indonesia, yakni:

  • Kewenangan Membuat Kebijakan Moneter

BI harus bisa menentukan dan menetapkan adanya tingkat diskonto, jumlah cadangan minimal bank umum, serta harus membuat kebijakan pembiayaan atau kredit. Selain itu, BI harus bisa menetapkan dan juga menentukan target moneter dengan cara menentukan tingkat inflasi yang terjadi di Indonesia setiap tahun. Lebih dari itu, BI juga memiliki wewenang dalam mengendalikan moneter dengan tidak dibatasi pada kegiatan pasar terbuka di pasar uang.

  • Kewenangan Mengatur Sistem Pembayaran

Dalam hal ini, BI memiliki tiga wewenang utama. Pertama BI memiliki wewenang dalam menentukan dan juga menetapkan penggunaan alat pembayaran. Kedua, membuat serta memberikan persetujuan izin atas adanya penyelenggaraan sistem pembayaran. Terakhir, mengawasi penyelenggaraan sistem pembayaran.

  • Kewenangan Mengatur dan Mengawasi Perbankan

Untuk poin terakhir ini, BI selaku bank sentral memiliki empat wewenang utama. Pertama, membuat dan juga menetapkan kebijakan terkait pelaksanaan perbankan yang berlaku di Indonesia. Kedua, memberikan sanksi kepada pihak yang sudah melanggar kebijakan yang sebelumnya sudah ditetapkan sesuai dengan peraturan UU. Ketiga, memberikan atau mencabut izin kelembagaan dan kegiatan usaha bank. Terakhir, mengawasi berbagai kegiatan bank konvensional, baik itu dalam sistem perbankan atau secara individu.

Pengertian sistem pembayaran :

Sistem Pembayaran adalah sistem yang mencakup seperangkat aturan,lembaga dan mekanisme yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi. Sistem Pembayaran merupakan sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain. Prinsip sistem pembayaran

Kewenangan mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran di Indonesia dilaksanakan oleh Bank Indonesia yang dituangkan dalam Undang Undang Bank Indonesia.Dalam menjalankan mandat tersebut, Bank Indonesia mengacu pada empat prinsip kebijakan sistem pembayaran, yakni :

  1. Aman berarti segala risiko dalam sistem pembayaran seperti risiko likuiditas, risiko kredit, risiko fraud harus dapat dikelola dan dimitigasi dengan baik oleh setiap penyelenggaraan sistem pembayaran.
  2. Efisiensi menekankan bahwa penyelanggaran sistem pembayaran harus dapat digunakan secara luas sehingga biaya yang ditanggung masyarakat akan lebih murah karena meningkatnya skala ekonomi.
  3. Kesetaraan akses yang mengandung arti bahwa Bank Indonesia tidak menginginkan adanya praktek monopoli pada penyelenggaraan suatu sistem yang dapat menghambat pemain lain untuk masuk.
  4. Kewajiban seluruh penyelenggara sistem pembayaran untuk memperhatikan aspek-aspek perlindungan konsumen.

Komponen sistem pembayaran :

  1. Regulator berwenang mengatur aturan main, ketentuan, dan kebijakan yang mengikat seluruh komponen sistem pembayaran.  
  2. Penyelenggara adalah lembaga yang memastikan penyelesaian akhir dari seluruh transaksi yang terjadi di penggunanya
  3. Infrastrukur adalah sarana fisik yang mendukung operasional sistem pembayaran
  4. Instrumen adalah alat pembayaran baik tunai maupun non-tunai yang disepakati oleh para pengguna dalam melakukan transaksi
  5. Pengguna adalah konsumen yang memanfaatkan Sistem pembayaran.

Jenis – Jenis Pembayaran

  1. Sistem pembayaran tunai – tunai
  2. Sistem pembayaran non – tunai

UU Nomor 6 tahun 2009 tentang Bank Indonesia bahwa Bank Indonesia berwenang untuk menetapkan kebijakan, mengatur, melaksanakan, memberi persetujuan, perizinan, dan pengawasan atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran.

  • Regulator Bank Indonesia berperan dalam membuat peraturan-peraturan yang mendukimg kelancaran sistem pembayaran. Contohnya Surat Edaran (SE) BI Nomor 7/26/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia yang diubah terakhir dengan SE BI Nomor 10/15/D ASP tanggal 27 Maret 2008 perihai Perubahan Ketiga alas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/26/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia. Surat edaran Bank Indonesia Nomor 15/34/DPSP tahun 2013 tentang tatacara pemberian fasilitas likuiditas intrahari bagi bank umum. Perizinan  Indonesia berperan dalam memberikari izin terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan sistem pembayaran. Seperti izin terhadap lembaga yang akan menjadi penyelenggara transfer dana, Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), dan uang elektronik.
  • Pengawasan Agar kegiatan pembayaran berjalan dengan baik, maka Bank Indonesia perlu melakukan pengawasan. Kegiatan pengawasan dilakukan terhadap proses pembayaran maupun terhadap aktivitas para pelaku yang terlibat dalam sistem pembayaran. Dalam menjalankan fungsi pengawasan sistem pembayaran, Bank Indonesia berwenang melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran, baik secara langsung maupun tidak langsung.
  • Dalam pengawasan secara tidak langsung, Bank Indonesia mewajibkan seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan. Hal tersebut dimaksudkan agar Bank Indonesia memperoleh informasi yang diperlukan dalam menunjang pelaksanaan tugasnya. Adapun dalam pengawasan langsung, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan lcepada penyelenggara sistem pembayaran.
  • Operator Indonesia menyediakan layanan sistem pembayaran yakni Real Time Gross Settlement (RTGS) dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dan Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS). Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia, mulai 31 Mei 2013 batas nilai nominal transfer kredit yang dapat dikliringkan melalui kliring kredit dalam penyelenggaraan SKNBI mengalami peningkatan menjadi maksimal Rp500.000.000,00. Adapun untuk BI-SSSS, BI menyediakan layanan sarana penatausahaan dan setelmen surat berharga.
  • Fasilitator Agar penyelenggaraan sistem pembayaran semakin aman dan efisien, maka Bank Indonesia memfasilitasi pengembangan sistem pembayaran oleh industri yang bergerak dalam bidang jasa keuangan.

Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Oleh Bank Indonesia :

Penyelenggaraan sistem pembayaran non tunai oleh Bank Indonesia dilakukan dengan dua cara yaitu pertama, transaksi yang bernilai besar (high value) diselenggarakan dengan menggunakan perangkat Bank Indonesia Real Times Gross Settlement (BI-RTGS) dan Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS); kedua, transaksi yang bernilai kecil (ritel value) diselenggarakan dengan menggunakan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).

Bank Indonesia Real Times Gross Settlement (BI-RTGS)

Transaksi pembayaran bernilai besar merupakan urat nadi sistem pembayaran suatu negara. Berjalannya kegiatan pasar uang dan pasar modal yang aman dan efisien bergantung kepada kelancaran sistem pembayaran yang bernilai besar. Sistem pembayaran bernilai besar yang digunakan oleh banyak negara, termasuk Indonesia adalah Real Time Gross Settlement (RTGS). Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi. Sistem BI-RTGS pertama kali digunakan pada 17 November 2000. Sistem RTGS mampu menjadi sumber informasi yang sangat bermanfaat, baik dalam rangka pengawasan bank maupun pelaksanaan kebijakan moneter. Pengembangan sistem BI-RTGS, antara lain bertujuan sebagai berikut:

  1. Menyediakan sarana transfer dana antar bank yang lebih cepat, efisien, andal, dan aman kepada bank dan nasabahnya.
  2. Kepastian setelmen dapat diperoleh dengan segera.
  3. Menyediakan informasi rekening bank secara real time dan menyeluruh.
  4. Meningkatkan disiplin dan profesionalisme bank dalam mengelola likuiditasnya.
  5. Mengurangi risiko-risilco seteknen.

Penyelenggara sistem BI-RTGS adalah kantor pusat Bank Indonesia. Penyelenggara bertugas melakukan pengendalian sistem terhadap semua aktivitas kegiatan transfer dana yang dilakukan peserta. Adapun peserta sistem BI-RTGS adalah seluruh bank umum di Indonesia. Lembaga-lembaga selain bank yang memiliki rekening giro di Bank Indonesia dapat menjadi peserta sistem BI-RTGS dengan persetujuan Bank Indonesia, sepanjang keikutsertaan lembaga selain bank tersebut adalah untuk memperlancar sistem pembayaran nasional. Kantor pusat Bank Indonesia dan kantor perwakilan Bank Indonesia dalam negeri secara otomatis menjadi peserta sistem BI-RTGS. BI-RTGS dapat membantu untuk melakukan cek saldo kecukupan pengirim. Jika cukup, dana langsung dipindahkan dari rekening bank pengirim ke rekening bank penerima. Jika tidak cukup, transaksi akan ditempatkan pada antrian dan tidak diproses sampai dananya mencukupi.

Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS)

Selain sistem BI-RTGS, BI memiliki sebuah sarana khusus untuk mencatat dan menatausahakan transaksi surat berharga secara eletronik yang dikenal dengan Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS). Bl-SSSS adalah sarana transaksi Bank Indonesia untuk pengadministrasian surat berharga secara elektronik yang terhubung langsung, antara peserta, penyelenggara, dan sistem BI-RTGS. Pengadministrasian surat berharga meliputi kegiatan pencatatan kepemilikan, kliring, dan setelmen serta pembayaran bunga atau imbalan dan nilai pokok/nominal surat berharga. Transaksi BI-SSSS, antara lain meliputi transaksi Operasi Pasar Terbuka (OPT), pemberian fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia kepada bank umum dan transaksi Surat Berharga Negara (SBN) untuk dan atas nama pemerintah.

Bank Indonesia Kementerian keuangan Bank

Lembaga penyimpanan dan penyelesaian Perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing Perusahaan efek Pialang pasar modal. Lembaga lain yang disetujui oleh Bank Indonesia peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Transaksi kliring yang dapat dilakukan yaitu sebagai berikut:

  1. Transfer debit (menggunakan cek, bilyet giro atau warkat debet lainnya).
  2. Transfer kredit (mengisi formulir isian yang disedialcan oleh bank) yang kemudian akan dikirim oleh bank melalui data keuangan elektronik yang disediakan dalam SKNBI.

Untuk transfer kredit, batas nilai nominal yang dapat dikliringkan melalui ldiring kredit dalam penyelenggaraan SKNBI maksimal adalah Rp500.000.000,-. Adapun manfaat layanan SKNBI, di antaranya sebagai berikut:

  1. Mendapatkan pelayanan yang cepat, rasa aman dalam bertransaksi, dan biaya relatif murah.
  2. Mendapat alternatif pelayanan jasa transfer dana yang kompetitif.

Adapun penyelenggara SKNBI dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.

  1. Penyelenggara Kliring Nasional (PKN), yaitu Unit Kerja di Kantor Pusat Bank Indonesia yang bertugas mengelola dan menyelenggarakan SKNBI secara nasional.
  2. Penyelenggara Kliring Lokal (PKL), yaitu unit kerja di Bank Indonesia dan Bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia untuk mengelola dan menyelenggarakan SICNBI di suatu wilayah ldiring tertentu.

Setiap bank dapat menjadi peserta dalam penyelenggaraan SKNBI di suatu wilayah kliring, kecuali Bank Perkreditan Rakyat. Kantor bank yang akan menjadi peserta wajib menyediakan perangkat kliring, antara lain meliputi perangkat terminal pusat kliring dan jaringan komunikasi data untuk menjamin kelancaran kepada nasabah dalam bertransaksi.

Dalam pelaksanaannya, bank wajib mencantumkan biaya kliring, baik biaya yang dikenakan BI kepada bank maupun biaya yang dikenakan bank kepada nasabah pada lokasi yang dapat dibaca dengan jelas oleh nasabah/masyarakat. Besarnya biaya kliring yang dikenakan bank kepada nasabah/ masyarakat sesuai ketentuan masing-masing bank.

  1. Mendapatkan pelayanan yang cepat, rasa aman dalam bertransaksi, dan biaya relatif murah.
  2. Mendapat alternatif pelayanan jasa transfer dana yang kompetitif.

Adapun penyelenggara SKNBI dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.

  1. Penyelenggara Kliring Nasional (PKN), yaitu Unit Kerja di Kantor Pusat Bank Indonesia yang bertugas mengelola dan menyelenggarakan SKNBI secara nasional.
  2. Penyelenggara Kliring Lokal (PKL), yaitu unit kerja di Bank Indonesia dan Bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia untuk mengelola dan menyelenggarakan SICNBI di suatu wilayah ldiring tertentu.

Setiap bank dapat menjadi peserta dalam penyelenggaraan SKNBI di suatu wilayah kliring, kecuali Bank Perkreditan Rakyat. Kantor bank yang akan menjadi peserta wajib menyediakan perangkat kliring, antara lain meliputi perangkat terminal pusat kliring dan jaringan komunikasi data untuk menjamin kelancaran kepada nasabah dalam bertransaksi. Dalam pelaksanaannya, bank wajib mencantumkan biaya kliring, baik biaya yang dikenakan BI kepada bank maupun biaya yang dikenakan bank kepada nasabah pada lokasi yang dapat dibaca dengan jelas oleh nasabah/masyarakat. Besarnya biaya kliring yang dikenakan bank kepada nasabah/ masyarakat sesuai ketentuan masing-masing bank.

Dalam pelaksanaannya, bank wajib mencantumkan biaya kliring, baik biaya yang dikenakan BI kepada bank maupun biaya yang dikenakan bank kepada nasabah pada lokasi yang dapat dibaca dengan jelas oleh nasabah/masyarakat. Besarnya biaya kliring yang dikenakan bank kepada nasabah/ masyarakat sesuai ketentuan masing-masing bank.

Sejarah Uang :

Uang yang kita kenal sekarang ini telah mengalami proses perkembangan yang panjang. Pada mulanya, masyarakat belum mengenal pertukaran karena setiap orang berusaha memenuhi kebutuhannnya dengan usaha sendiri. Manusia berburu jika ia lapar, membuat pakaian sendiri dari bahan-bahan yang sederhana, mencari buah-buahan untuk konsumsi sendiri; singkatnya, apa yang diperolehnya itulah yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya. Perkembangan selanjutnya mengahadapkan manusia pada kenyataan bahwa apa yang diproduksi sendiri ternyata tidak cukup untuk memenuhui seluruh kebutuhannya. Untuk memperoleh barang-barang yang tidak dapat dihasilkan sendiri, mereka mencari orang yang mau menukarkan barang yang dimiliki dengan barang lain yang dibutuhkan olehnya. Akibatnya muncullah sistem barter’, yaitu barang yang ditukar dengan barang. Namun pada akhirnya, banyak kesulitan-kesulitan yang dirasakan dengan sistem ini. Di antaranya adalah kesulitan untuk menemukan orang yang mempunyai barang yang diinginkan dan juga mau menukarkan barang yang dimilikinya serta kesulitan untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan satu sama lainnya dengan nilai pertukaran yang seimbang atau hampir sama nilainya. Untuk mengatasinya, mulailah timbul pikiran-pikiran untuk menggunakan benda-benda tertentu untuk digunakan sebagai alat tukar. Benda-benda yang ditetapkan sebagai alat pertukaran itu adalah benda-benda yang diterima oleh umum (generally accepted), benda-benda yang dipilih bernilai tinggi (sukar diperoleh atau memiliki nilai magis dan mistik), atau benda-benda yang merupakan kebutuhan primer sehari-hari; misalnya garam yang oleh orang Romawi digunakan sebagai alat tukar maupun sebagai alat pembayaran upah. Meskipun alat tukar sudah ada, kesulitan dalam pertukaran tetap ada. Kesulitan-kesulitan itu antara lain karena benda-benda yang dijadikan alat tukar belum mempunyai pecahan sehingga penentuan nilai uang, penyimpanan (storage), dan pengangkutan (transportation) menjadi sulit dilakukan serta timbul pula kesulitan akibat kurangnya daya tahan benda-benda tersebut sehingga mudah hancur atau tidak tahan lama. Kemudian muncul apa yang dinamakan dengan uang logam. Logam dipilih sebagai alat tukar karena memiliki nilai yang tinggi sehingga digemari umum, tahan lama dan tidak mudah rusak, mudah dipecah tanpa mengurangi nilai, dan mudah dipindah-pindahkan. Logam yang dijadikan alat tukar karena memenuhi syarat-syarat tersebut adalah emas dan perak. Uang logam emas dan perak juga disebut sebagai uang penuh (full bodied money). Artinya, nilai intrinsik (nilai bahan) uang sama dengan nilai nominalnya (nilai yang tercantum pada mata uang tersebut). Pada saat itu, setiap orang berhak menempa uang, melebur, menjual atau memakainya, dan mempunyai hak tidak terbatas dalam menyimpan uang logam. Sejalan dengan perkembangan perekonomian, timbul kesulitan ketika perkembangan tukar-menukar yang harus dilayani dengan uang logam bertambah sementara jumlah logam mulia (emas dan perak) sangat terbatas. Penggunaan uang logam juga sulit dilakukan untuk transaksi dalam jumlah besar sehingga diciptakanlah uang kertas. Mula-mula uang kertas yang beredar merupakan bukti-bukti pemilikan emas dan perak sebagai alat/perantara untuk melakukan transaksi. Dengan kata lain, uang kertas yang beredar pada saat itu merupakan uang yang dijamin 100% dengan emas atau perak yang disimpan di pandai emas atau perak dan sewaktu-waktu dapat ditukarkan penuh dengan jaminannya. Pada perkembangan selanjutnya, masyarakat tidak lagi menggunakan emas (secara langsung) sebagai alat pertukaran. Sebagai gantinya, mereka menjadikan ‘kertas-bukti’ tersebut sebagai alat tukar.

  • Pengelolaan uang rupiah oleh Bank Indonesia

Dalam UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan PP No. 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah ditegaskan bahwa pengelolaan uang oleh Bank Indonesia (BI) dilakukan untuk memanfaatkan uang negara di Bank Indonesia secara optimal.   Ditegaskan juga dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 14/7/PBI/2012 bahwa Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang melakukan pengelolaan uang rupiah, meliputi tahap perencanaan, pencetakan, pengeluaran, pengedaran, pencabutan dan penarikan, serta pemusnahan uang rupiah.

  • Tahap Perencanaan

Dalam tahap perencanaan dan penentuan jumlah uang rupiah yang akan dicetak, perlu diperhatikan tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, rencana macam dan pecahan uang rupiah, serta perkiraan jumlah uang rupiah yang dimusnahkan. Perencanaan tersebut dilakukan agar uang yang dikeluarkan memiliki kualitas baik sehingga kepercayaan masyarakat tetap terjaga. Perencanaan yang dilakukan BI meliputi perencanaan pengeluaran emisi baru dengan mempertimbangkan tingkat pemalsuan, nilai intrinsik uang, serta masa edar uang. Selain itu, dilakukan pula perencanaan terhadap jumlah serta komposisi pecahan uang yang akan dicetak selama satu tahun mendatang. Berdasarkan perencanaan tersebut, kemudian dilakukan pengadaan uang baik untuk pengeluaran uang emisi baru maupun pencetakan rutin terhadap uang emisi lama yang telah dikeluarkan.

  • Tahap Pencetakan

Pada tahap pencetakan rupiah, BI melakukannya di dalam negeri dengan menunjuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pelaksana pencetakan uang rupiah. BUMN yang melaksanakan pencetakan uang rupiah tersebut adalah PERUM PERURI (Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia). Penunjukan BUMN sebagai pelaksana pencetakan uang rupiah dilakukan sesuai dengan ketentuan BI mengenai pengadaan jasa pencetakan uang rupiah. Jika BUMN yang ditunjuk menyatakan tidak sanggup melaksanakan pencetakan uang rupiah, maka BUMN tersebut dapat menunjuk lembaga lain untuk bekerja sama dalam pelaksanaan pencetakan uang rupiah dengan memenuhi persyaratan pencetakan uang rupiah yang disepakati sebelumnya dengan BI. Penunjukan lembaga lain dilakukan oleh BUMN melalui proses yang terbuka, dapat dipertanggungjawabkan, serta menguntungkan negara. Selain itu, harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan BI. Bila BUMN tak dapat memenuhi persyaratan pencetakan rupiah yang disepakati sebelumnya, maka BI berwenang menetapkan kebijakan lain demi memastikan ketersediaan rupiah.Dalam tahap pencetakan uang, semua pihak yang terlibat wajib menjaga mutu, keamanan, dan harga yang bersaing.

  • Tahap Pengeluaran dan Pengedaran.

Terkait dengan peran mengeluarkan dan mengedarkan uang, BI senantiasa berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi layak edar (clean money policy). Untuk mewujudkan kondisi layak edar tersebut, pengelolaan pengedaran uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilakukan mulai dari pengeluaran uang, pengedaran uang, pencabutan dan penarikan uang, hingga pemusnahan uang. Uang rupiah yang telah dikeluarkan BI selanjutnya diedarkan ke seluruh wilayah Indonesia melalui Kantor Bank Indonesia. Kebutuhan uang rupiah di setiap wilayah tentunya berbeda, didasarkan pada jumlah persediaan, keperluan pembayaran, penukaran dan penggantian uang selama jangka waktu tertentu. Kegiatan pengedaran uang juga dilakukan melalui pelayanan kas kepada bank umum maupun masyarakat umum. Layanan kas kepada bank umum dilakukan melalui penerimaan setoran dari nasabah dan pembayaran uang rupiah. Sedangkan kepada masyarakat, dilakukan melalui penukaran secara langsung pada loket-loket penukaran di seluruh kantor BI atau melalui kerjasama dengan perusahaan yang menyediakan jasa penukaran uang kecil.

  • Tahap Pencabutan dan Penarikan

Lebih lanjut, kegiatan pengelolaan uang rupiah yang dilakukan BI adalah pencabutan terhadap suatu pecahan dengan tahun emisi tertentu yang tidak lagi berlaku sebagai alat pembayaran sah. Pencabutan uang dari peredaran dimaksudkan untuk mencegah dan meminimalisasi peredaran uang palsu serta menyederhanakan komposisi dan emisi pecahan. Uang rupiah yang dicabut tersebut dapat ditarik dengan cara menukarkan ke Bank Indonesia atau pihak lain yang telah ditunjuk oleh Bank Indonesia.

  • Tahap Pemusnahan

Untuk menjaga menjaga kualitas uang rupiah dalam kondisi yang layak edar di masyarakat, BI melakukan kegiatan pemusnahan uang. Uang yang dimusnahkan tersebut adalah uang yang sudah dicabut dan ditarik dari peredaran, uang hasil cetak kurang sempurna, dan uang yang sudah tidak layak edar. Kegiatan pemusnahan uang diatur melalui prosedur dan dilaksanakan oleh jasa pihak ketiga, dengan pengawasan dari BI

  • Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah

Dalam melaksanakan tugas pokok di bidang pengedaran uang, Bank Indonesia selalu berupaya agar uang yang dikeluarkan dan diedarkan memiliki ciri-ciri dan unsur pengaman yang cukup mudah dikenali oleh masyarakat namun di pihak lain dapat melindungi uang dari unsur pemalsuan. Security features selain berfungsi sebagai alat pengamanan, baik dalam bentuk kasat mata maupun tidak kasat mata juga memiliki beberapa fungsi lain, yaitu :

  1. Fungsi estetika, agar uang tampak menarik.
  2. Untuk membedakan antara satu pecahan dengan pecahan lainnya, atau antara satu mata  uang dengan mata uang lainnya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *