1. Mobilitas Sosial
Secara leksikal, istilah mobilitas berasal dari bahasa Latin mobilis.
Kata mobilis menunjuk pada pengertian mudah dipindah atau banyak bergerak dari tempat yang satu menuju tempat yang lain.
Dari pengertian seperti ini, istilah mobilitas sosial dipandang memiliki pengertian yang sama dengan istilah gerakan sosial atau perpindahan sosial.
Gerakan sosial yang dimaksudkan dalam pembahasan ini bukan mengacu pada istilah sosial movement yang cenderung pada pengerahan aksi masa, melainkan mengacu pada istilah social mobility.
Dengan demikian mobilitas sosial dapat diartikan sebagai perpindahan seseorang atau sekelompok orang dari suatu kelas sosial tertentu menuju kelas sosial yang lain, dari suatu daerah tertentu menuju daerah yang lain.
Dari pengertian di atas maka mobilitas sosial dapat terjadi secara horisontal maupun secara vertikal.
a. Mobilitas sosial horisontal merupakan perpindahan seseorang atau sekelompok orang yang bersifat sederajat.
Mutasi kerja dari kantor yang satu menuju kantor yang lain, perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi), bedol desa, perpindahan penduduk antar wilayah dalam suatu negara (transmigrasi), dan perpindahan penduduk antar negara (imigrasi) merupakan bentuk-bentuk mobilitas sosial yang bersifat horisontal.
b. mobilitas sosial vertikal merupakan perpindahan seseorang atau sekelompok orang dari status sosial atau kedudukan sosial yang lebih rendah menuju status sosial atau kedudukan sosial yang lebih tinggi.
Kenaikan pangkat seseorang dari karyawan menjadi staf manager, perubahan status seseorang dari pemuda kampungan menjadi kaum terpelajar dan kemudian menempati posisi strategis di lingkungan kerjanya, keberhasilan seorang pekerja keras menjadi seorang pengusaha sukses, dan lain sebagainya merupakan bentuk-bentuk mobilitas sosial yang bersifat vertikal.
2. Bentuk Mobilitas Sosial
Berdasarkan bentuknya, mobilitas sosial dibedakan atas mobilitas sosial vertikal dan mobilitas sosial horizontal.
Mobilitas sosial positif/naik yaitu perubahan atau dampak yang akan lebih mempercepat tingkat perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik.
Mobilitas sosial negatif/turun yaitu perubahan atau dampak yang akan lebih mempercepat tingkat perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih buruk. Untuk memahami kedua bentuk mobilitas sosial tersebut, perhatikan kasus di bawah ini!
Kasus 1
Bu Damaris Mendila adalah seorang guru di salah satu sekolah di Provinsi Papua. Sebagai guru IPS, Bu Damaris Mendila menjalankan tugas dengan baik.
Bukan hanya mengajar saja, Bu Damaris Mendila juga melaksanakan administrasi dengan penuh tanggung jawab.
Berbagai kegiatan sekolah yang menjadi tanggung jawabnya dilaksanakan dengan baik. Karena berbagai prestasinya, Bu Damaris Mendila diangkat menjadi kepala sekolah.
Gerak sosial dari seorang guru menjadi kepala sekolah atau naik jabatan pada kasus Bu Damaris Mendila merupakan salah satu bentuk mobilitas sosial vertikal.
Kasus 2
Pak Gayus adalah seorang anak pengusaha yang memiliki usaha perkebunan teh di beberapa tempat di Jawa Barat.
Pak Gayus mengembangkan usaha dengan membuka usaha baru, yakni bisnis pertambangan.
Namun, usaha pertambangan Pak Gayus tidak berhasil berkembang. Bahkan usaha perkebunannya terus merugi hingga akhirnya mengalami kebangkrutan.
Kini Pak Gayus memulai sebagai pengusaha kecil, yakni menjadi agen penjualan teh. Gerak sosial Pak Gayus yang mengalami penurunan pada kasus ini juga merupakan contoh mobilitas sosial vertikal.
Kasus 3.
Pak Zaenuri seorang kepala sekolah di salah satu SMP di Jawa Timur yang sudah 8 tahun menjabat.
Dinas pendidikan memindahkan Pak Zaenuri ke sekolah lain dan tetap menjabat sebagai kepala sekolah. Gerak sosial yang dialami Pak Zaenuri juga merupakan contoh bentuk mobilitas sosial horizontal.
Uraian berikut ini membantumu untuk mendefinisikan pengertian mobilitas vertikal dan mobilitas horizontal.
a. Mobilitas Vertikal
Mobilitas sosial vertikal adalah perpindahan seseorang atau kelompok dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lain yang tidak sederajat, baik pindah ke tingkat yang lebih tinggi (social climbing) maupun turun ke tingkat lebih rendah (social sinking).
b. Mobilitas Horizontal
Mobilitas horizontal adalah perpindahan status sosial seseorang atau sekelompok orang dalam lapisan sosial yang sama.
Mobilitas horizontal merupakan peralihan individu atau objek-objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat.
Pada mobilitas horizontal, tidak terjadi perubahan dalam derajat kedudukan seseorang.
Contoh bacaan Kasus 3, yaitu kejadian yang menimpa Pak Zaenuri, merupakan contoh mobilitas horizontal.
Pak Zaenuri pindah ke sekolah lain, namun tetap dalam jabatan sebagai kepala sekolah.
3. Faktor – Faktor Pendorong Mobilitas Sosial
Seperti yang telah diuraikan dalam pembahasan sebelumnya, bahwa mobilitas sosial akan selalu terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Terjadinya mobilitas sosial tersebut didorong oleh beberapa faktor, seperti perbedaan status sosial, perbedaan status ekonomi, masalah-masalah kependudukan, situasi politik yang tidak menentu, adanya ambisi pribadi, dan motif-motif yang bersifat keagamaan.
a. Perbedaan Status Sosial
Pada hakekatnya, setiap manusia dilahirkan dalam keadaan sama, baik harkat maupun martabatnya. Akan tetapi setiap manusia dilahirkan dalam lingkungan yang berbeda-beda sesuai dengan status sosial dan kedudukan yang dimiliki oleh kedua orang tuanya.
Ada seseorang yang dilahiran sebagai anak pejabat tinggi, anak penguasaha, anak pedagang kaki lima, anak pemulung, anak pegawai rendahan, anak petani, anak nelayan, anak sopir, anak pembantu rumah tangga, bahkan ada seseorang yang dilahirkan dari hubungan di luar nikah.
Keadaan yang berbeda-beda seperti itu tentu merupakan suatu kenyataan yang tidak bisa dibantah lagi.
Dalam perkembangannya, manusia akan menilai keadaan diri, keluarga, dan lingkungan sekelilingnya.
Dari penilaian seperti itu muncul kesadaran tentang posisi didi dan keluarganya dalam pelapisan social sehingga muncul sikap puas atau tidak puas terhadap status sosial dan kedudukan yang ada pada diri dan keluarganya.
Ketidakpuasan terhadap status sosial dan kedudukan yang dimiliki akan membangkitkan motifasi untuk mencari peningkatan-peningkatan dengan cara berusaha sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
b. Perbedaan Status Ekonomi
Secara naluriah, tidak seorangpun yang menginginkan kehidupannya berkubang pada kemiskinan. Sementana, kemiskinan, pengangguran, dan belum meratanya pembangunan merupakan bagian dari masalah bangsa sampai saat ini.
Keadaan seperti itu telah memberikan dorongan tersendiri untuk melakukan mobilitas sosial berupa urbanisasi, transmigrasi, dan emigrasi.
Salah satu tujuan dari mobilitas sosial tersebut adalah untuk mencari mata pencaharian yang dapat menjamin kehidupan ekonominya.
c. Masalah-masalah Kependudukan
Masalah-masalah yang berkaitan dengan kependudukan di antaranya adalah pertam- bahan penduduk yang sangat pesat sedangkan penyebarannya tidak merata.
Akibatnya, di daerah-daerah tertentu jumlah penduduknya terlalu padat sehingga ruang-ruang kehidupannya menjadi sangat terbatas.
Sementara, di daerah-daerah lainnya mengalami kekurangan penduduk sehingga proses pembangunan menjadi lamban.
Keadaan seperti inilah yang mendorong proses transmigrasi dengan tujuan agar penyebaran penduduk di tanah air akan semakin merata disamping program pembangunan pun akan semakin merata pula.
d. Situasi Politik yang Tidak Menentu
Seperti yang telah diketahui bersama, bahwa menjelang dan setelah kekuasaan Orde Baru berakhir, situasi politik di tanah air semakin tidak menentu.
Demonstrasi terjadi di mana-mana.
Bahkan lebih dari itu, media massa juga memberitakan adanya penjarahan yang dilakukan oleh massa secara beringas.
Peristiwa seperti itu telah menyebabkan timbulnya rasa takut, rasa cemas, dan rasa khawatir di kalangan masyarakat sehingga mendorong mereka untuk melakukan mobilitas sosial berupa pindah ke daerah lain, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, yang diangap lebih aman.
e. Ambisi Pribadi
Beberapa potensi yang dimiliki oleh manusia, yakni daya cipta, rasa, dan karsa telah menempatkan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna.
Dengan potensi-potensi tersebut manusia mampu mengembangkan kreativitasnya melalui pengembangan kepekaan, menciptakan sesuatu, dan sekaligus memiliki keinginan-keinginan atau ambisi tertentu.
Keinginan-keingingan atau ambisi yang dimiliki oleh manusia akan memberikan dorongan yang kuat dalam melaksanakan mobilitas sosial.
Seorang pegawai rendahan berusaha keras untuk dapat dipromosikan pada jabatan yang lebih tinggi. Anak-anak petani desa pergi ke kota untuk menempuh pendidikan tinggi dalam rangka meraih cita-cita.
Keluarga miskin dari daerah padat penduduk ingin bertransmigrasi ke daerah yang subur dan jarang penduduknya.
Seorang wiraswastawan akan bekerja keras dalam rangka mengembangkan usahanya.
Masih banyak lagi contoh lain yang menunjukkan bahwa ambisi pribadi sangat mendorong manusia untuk melakukan mobilitas sosial.
f. Motif-motif Keagamaan
Agama merupakan prinsip kepercayaan tentang adanya Tuhan yang disertai dengan ajaran-ajaran yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, antara manusia dengan manusia, dan antara manusia dengan makhluk lainnya.
Agama merupakan hak asasi manusia yang paling asasi karena berhubungan dengan keyakinan dan pandangan hidup manusia.
Itulah sebabnya ajaran-ajaran agama akan mengakar dalam kepribadian pemeluknya.
Dengan keyakinan yang telah mengakar ke dalam kepribadian tersebut manusia bisa berbuat apa saja demi menjalankan ajaran-ajaran agama yang dianut.
Bahkan, terdapat orang yang rela berkoban demi menyebarkan agama. Sebaliknya, masalah agama memiliki sensitifitas yang sangat tinggi.
Ketersinggungan yang berhubungan dengan keyakinan agama akan berpengaruh terhadap keterlibatan umat beragama yang bersangkutan.
5. Faktor Penghambat Mobilitas Sosial
Dua faktor penghambat mobilitas sosial yaitu kemiskinan dan diskriminasi.
a. Kemiskinan
Aktivitas Individu Faktor ekonomi dapat membatasi mobilitas sosial. Bagi masyarakat miskin, mencapai status sosial tertentu merupakan hal sangat sulit.
Salah satu penyebab kemiskinan adalah pendidikan yang rendah. Masyarakat yang berpendidikan rendah berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia.
Akibatnya, tingkat kemudahan untuk mendapatkan pekerjaan terbatas. Saat ini, negara Indonesia masih memiliki penduduk miskin ± 12%. Hal ini menjadi hambatan dalam mobilitas sosial.
Karena itulah, pemerintah berusaha mengurangi kemiskinan tersebut dengan berbagai cara.
Dengan hilangnya kemiskinan, dengan sendirinya masyarakat akan mudah mengakses berbagai fasilitas dasar dan memudahkan mobilitas.
b. Diskriminasi
Diskriminasi berarti pembedaan perlakuan karena alasan perbedaan bangsa, suku, ras, agama, golongan.
Pada masa penjajahan, terjadi diskriminasi pemerintah Hindia Belanda terhadap masyarakat keturunan Eropa dan masyarakat Indonesia.
Dalam memperoleh pendidikan, masyarakat Indonesia disediakan sekolah yang kualitasnya berbeda dengan sekolah-sekolah untuk orang-orang Eropa.
Hal ini tentu mempersulit mobilitas sosial rakyat Indonesia
Aron